Sunday, October 4, 2009

Refleksi: Sandal Identitas Diri

Di tempat saya tinggal sekarang ini, rupanya sandal menjadi hal yang sangat essensial dalam menentukan kehadiran seseorang. Semakin akrab saya bergaul dengan seseorang, semakin saya tahu banyak tentang hidup dan dirinya, tak terkecuali sandal mana yang sering melekat pada kakinya. Saya tahu bahwa sandalnya Ayu berwarna merah, Phyndi yang coklat bercorak, sementara punya Romo berwarna biru, sedangkan punya Bruder hitam ada labelnya putih, dst. Lama-kelamaan, mata dan pikiran saya terbiasa untuk mengaitkan antara sandal dengan Sang pemilik. Begitu melihat ada sandal di depan pintu, saya langsung tahu, siapa yang ada di ruangan. Begitu pula sebaliknya, ketika saya sedang mencari seseorang, biasanya saya cukup melihat apakah ada sandalnya di depan pintu kamarnya/ruangan kerjanya atau tidak. Bila ada, biasanya saya akan segera mengetuk pintu, atau memanggil nama orang yang saya cari. Bila tidak ada, maka biasanya saya segera meninggalkan tempat itu dan mencari orang ybs di tempat lain. Rupanya sandal menjadi tanda apakah seseorang hadir di tempat itu atau tidak. Sandal yang seringkali disepelekan ternyata bisa menjadi tanda yang sangat mempengaruhi dan menentukan tindakan saya.

Sebagai mahluk spiritual dan eksistensial, kita memerlukan tanda untuk tahu bahwa Tuhan hadir dalam kehidupan kita. Tuhan tidak pernah pelit dalam memberikan tanda kehadiranNya. Ia hadir dalam banyak hal dan melalui berbagai tanda. Bahkan tanda yang bagi kita mungkin sangat sepele. Ia hadir dalam senyuman yang tulus. Ia hadir dalam tegur-sapa sesama yang hanya sekata dua kata. Ia hadir melalui sinar-sinar yang memancar di langit. Ia juga hadir dalam tarikan-hembusan nafas kita, dalam detak-denyut jantung kita. Maka, ketika kita merasa jauh dari Tuhan, carilah tanda-tanda sepele yang menjaga kehidupan. Tanda-tanda sepele ini adalah "sandal" Tuhan untuk menunjukkan bahwa Ia hadir dalam hidup kita dan kita tinggal mengetuk pintuNya ataupun memanggil namaNya.


Palembang, 4 Oktober 2009